Proposal Penelitian : Sistem Informasi Pengelolaan Sumberdaya Dan Lingkungan Perikanan Tangkap Di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat

Kamis, 19 Mei 2011

1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 46 ayat 1, Pemerintah dan pemerintah daerah menyusun dan mengembangkan sistem informasi dan data statistik perikanan serta menyelenggarakan pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan, penyajian, dan penyebaran data potensi, pemutakhiran data pergerakan ikan, sarana dan prasarana, produksi, penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan, serta data sosial ekonomi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan dan pengembangan sistem bisnis perikanan. Pasal 46 ayat 2, pemerintah dan pemerintah daerah mengadakan pusat data dan informasi perikanan untuk menyelenggarakan sistem informasi dan data statistik perikanan. Pasal 47 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah membangun jaringan informasi perikanan dengan lembaga lain, baik di dalam maupun di luar negeri dan Pasal 47 ayat 2 menyatakan bahwa sistem informasi dan data statistik perikanan harus dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh seluruh pengguna data statistik dan informasi perikanan.
Berdasarkan rincian Undang-Undang tersebut dapat diartikan bahwa setiap instansi pemerintah wajib membuat suatu sistem informasi bidang perikanan agar informasi dan data statistik perikanan harus dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh seluruh pengguna data statistik dan informasi perikanan. Dalam hal ini khususnya sistem informasi sumberdaya dan lingkungan bidang perikanan tangkap di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat.
Lembaga-lembaga penelitian dan juga instansi-instansi pemerintah telah banyak melakukan penelitian dan pengambilan data mengenai bidang sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap, akan tetapi banyak dari data hasil penelitian tersebut belum diolah dan disusun dengan baik yang mengakibatkan kurang atau lambatnya informasi yang diterima oleh masyarakat kita bahkan instansi-instansi terkait itu sendiri, akibatnya susah dalam menentukan perencanaan pembangunan perikanan tangkap selanjutnya. Karena banyaknya data sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap yang belum tersusun dan terorganisasi dengan baik, maka dibutuhkanlah suatu Sistem Informasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perikanan Tangkap agar penyampaian suatu informasi menjadi lebih baik dan dapat diakses setiap saat oleh seluruh lapisan masyarakat kita dan mempermudah dalam pengambilan keputusan guna pembangunan bidang perikanan tangkap selanjutnya. Secara terstruktur latar belakang penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1 Latar Belakang Penelitian.

1.2 Perumusan Masalah
Data-data mengenai sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap masih belum diolah dan disusun dengan baik yang mengakibatkan kurangnya informasi dan pengetahuan yang bisa diterima oleh masyarakat kita yang juga mengakibatkan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pembangunan bidang perikanan tangkap tidak bisa dilakukan dengan baik dan cepat. Dalam penelitian ini penulis mencoba merumuskan persoalan tersebut dalam bentuk pertanyaan:
1) Bagaimanakah suatu informasi dapat diakses dengan cepat dan akurat?
2) Bagaimanakah suatu perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan perikanan tangkap dapat dilakukan dengan baik?
Salah satu solusi yang penulis tawarkan dalam menjawab pertanyaan-pertanyan tersebut adalah dengan membuat suatu sistem informasi sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap. Sistem informasi ini bertujuan agar data dan informasi bisa diakses secara cepat dan akurat dan bisa digunakan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pembangunan bidang perikanan tangkap selanjutnya.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menghasilkan suatu sistem informasi sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap di Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat untuk:
1) Pendataan sumberdaya ikan (ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang, udang dan biota lainnya).
2) Pendataan kondisi lingkungan perikanan tangkap (parameter fisika, parameter kimia dan lingkungan biologi dan ekosistem pantai).
3) Pengelolaan data sarana dan prsarana perikanan tangkap (kapal perikanan, alat penangkapan ikan, nelayan, dan pelabuhan perikanan)
4) Pendataan sosial ekonomi perikanan tangkap.
5) Pengorganisasian data hasil penelitian dan konservasi.
6) Pemeliharaan dan laporan database pada sistem informasi sumberdaya dan lingkungan yang dibangun.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
1) Manfaat akademis
Penelitian ini erat hubungannya dengan kelulusan penulis di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Periakanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
2) Manfaat dalam implementasi atau praktik.
Penelitian ini memfokuskan kepada sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat sebagai objek penelitian, sehingga diharapkan para pengambil kebijakan dalam instansi tersebut maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan bidang perikanan tangkap selanjutnya.

1.5 Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini dan mengingat banyaknya jumlah Kabupaten di Indonesia, maka penulis membatasi permasalahan tersebut. Penulis hanya menggunakan data sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat sebagai objek utama penelitian.





2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sumberdaya Ikan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 4, ikan didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Dalam pengelompokan sumberdaya alam ikan, ikan termasuk sebagai sumberdaya flows atau sumberdaya yang bersifat dapat diperbaharui atau memperbaharui diri (renewable).

2.1.1 Ikan pelagis
Ikan pelagis merupakan ikan yang hidup pada lapisan permukaan perairan sampai tengah (mid layer). Ikan pelagis umumnya hidup secara bergerombol baik dengan kelompoknya maupun jenis ikan lain. Ikan pelagis bersifat fototaxis positif dan tertarik pada benda-benda terapung. Bentuk ikan menyerutu (stream line) dan merupakan perenang cepat (Mukhsin I, 2002 diacu dalam Randika Z, 2008).
Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang sebagian besar hidupnya berada pada lapisan permukaan hingga kolom air (mid layer). Ikan pelagis ini memiliki ciri khas, yaitu dalam beraktivitas umumnya membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya. Ikan pelagis selanjutnya dapat dibagi menjadi dua kelompok (Simbolon, 2011).
Berdasarkan ukurannya Direktorat Jenderal Perikanan (1998) diacu dalam Randika Z (2008) mengelompokan ikan pelagis menjadi 2 kelompok yaitu:
1) Pelagis Besar
Mempunyai ukuran 100-250 cm (ukuran dewasa), umumnya ikan pelagis besar adalah ikan peruaya dan perenang cepat. Contoh dari kelompok ini antara lain ikan tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp) dan tongkol (Euthynnus spp).

2) Pelagis Kecil
Mempunyai ukuran 5-50 cm (ukuran dewasa didominasi oleh 6 kelompok besar, yaitu kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), jenis selar (Selaroides sp dan Atale sp), lemuru (Sardinella sp) dan teri (Stolephorus sp).
Ikan pelagis besar umumnya hidup di laut lepas dengan kondisi lingkungan yang relative stabil. Jenis ikan ini dapat melakukan migrasi sepanjang tahun, bahkan mampu mencapai jarak yang cukup jauh. Sebagai contoh ikan cakalang, tuna, dan tongkol termasuk ke dalam kategori ikan yang melakukan migrasi dengan jarak jauh (highly migratory species) hingga melampaui batas-batas yuridiksi suatu Negara (Simbolon, 2011).
Selanjutnya menurut Simbolon (2011), habitat ikan pelagis kecil umumnya terdapat di perairan pantai, yang kondisi lingkungannya lebih dinamis dibandingkan dengan perairan oseanis (offshore). Kondisi ini berpengaruh terhadap kelimpahan ikan yang cenderung berfluktuasi. Dinamika ikan pelagis kecil ini juga dipengaruhi oleh tekanan dari kegiatan penangkapan ikan, (fishing), karena habitatnya di daerah pantai relatif mudah dijangkau oleh usaha penangkapan, baik skala kecil maupun skala besar.

2.1.2 Ikan demersal
Ikan demersal adalah ikan yang sebagian besar hidupnya berada pada lapisan yang lebih dalam hingga dasar perairan, dan umumnya hidup secara soliter dalam lingkungan spesiesnya. Kelompok ikan demersal ini dapat dibagi berdasarkan ukurannya, yaitu kelompok ikan demersal besar meliputi ikan layur (Trichiurus spp.), kakap merah (Lutjanus spp.), kerapu (Epinepehelus spp.), manyung (Arius spp.), bawal putih (Pampus argentus), cucut hiu (Carcharias dussumeiri), cucut gergaji (Pristopsis mcrodon), pari kekeh (Rhynobatus djiddensis), pari kampret (Gymnura micrura), pari kembang (Trygon kuhlii), pari burung (Aetomylus nichofii), pari kelapa (Trygon sephen) dan lain-lain. Ikan demersal kecil meliputi ikan sebelah (Psettodes erumei), lidah (Cynoglossus sp.), beloso (Saurida tumbil), peperek (Leiognathus splendens), gumalah (Sudonia amoyensis), dan lain-lain (Simbolon, 2011).

Selanjutnya menurut Simbolon (2011), berdasarkan urutan nilai komersialnya, ikan demersal dapar dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu (1) komersial utama, (2) komersial kedua, (3) komersial ketiga, dan (4) ikan campuran. Ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi (komersial utama) adalah ikan kakap merah, kerapu, bawal putih, manyung, dan janah. Ikan demersal yang termasuk dalam kelompok komersial kedua adalah layur, bawal hitam, kurisi, baronang, gerot-gerot, kuro, pari, dan ketang-ketang. Ikan demersal yang termasuk dalam kelompok komersial ketiga adalah ikan beloso, mata merah, petek, kuniran, besot, gabus laut, sidat dan lain-lain. Kelompok ikan campuran merupakan ikan yang paling rendah harganya di pasaran, seperti ikan lidah, ikan sebelah, kapas-kapas, srinding dan lain-lain.

2.1.3 Ikan karang
Habitat jenis ikan karang sebenarnya terdapat di lapisan dasar sehingga ikan ini dapat dikategorikan sebagai ikan demersal. Ikan karang juga sering dipisahkan dari ikan demersal karena habitatnya secara khusus terdapat di sekitar terumbu karang. Ikan hias yang habitatnya terdapat di sekitar karang merupakan bagian ikan karang, namun ikan hias tidak digunakan untuk produk konsumsi seperti halnya jenis-jenis ikan karang lainnya (Simbolon, 2011).
Selanjutnya menurut Simbolon (2011), ikan yang termasuk kedalam kelompok ikan karang meliputi ikan kerapu sunu (Plectopomus maculates), kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Epinephelus fuscoguthatus), kerapu lumpur (Epinephelus tauvina). Kakap merah atau bambangan (Lutjanus saguineus), lencam (Lethrinus lentjam), baronang (Siganus spp.), ikan lemak (Cheilinus undulates), ekor kuning (Caesio erythrogaster) dan lain-lain.

2.2 Parameter Fisika Lingkungan Perikanan Tangkap
2.2.1 Suhu
Suhu di laut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut. Tidaklah mengeherankan jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis hewan yang terdapat diberbagai tempat dunia. Sebagai contoh, binatang karang dimana penyebarannya sangat dibatasi oleh perairan yang hangat yang terdapat didaerah tropik dan sub tropik (Hutabarat & Evans, 1984).
Ikan akan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 0C. Fluktuasi suhu dan perubahan geografis ternyata bertindak sebagai faktor penting yang merangsang dan memnentukan pengkonsentrasian serta pengelompokan ikan. Setiap perairan mempunyai standar perubahan suhu rata-rata untuk setiap musim tertentu. Jika suhu pada tempat tersebut lebih tinggi dri standar yang berlaku, atau malah melebihi suhu optimum untuk dilakukan penangkapan, dalam hal demikian ada baiknya untuk mencari daerah penangkapan dengan suhu yang sesuai. Tinggi atau rendahnya suhu merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi jenis ikan tersebut (Abdulkadir, 2011).

2.2.2 Cahaya
Radiasi matahari juga penting dalam melengkapi cahaya yang dibutuhkan oleh tumbuhan perairan untuk dipakai dalam proses fotosintesa. Tumbuhan ini tidak dapat hidup terus tanpa adanya cahaya matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran tumbuhan perairan di lautan dibatasi pada daerah kedalaman dimana cahaya matahari masih dapat dijumpai (Hutabarat & Evans, 1984).
Selanjutnya menurut Hutabarat dan Evans (1984), pada perairan yang dalam dan jernih proses fotosintesa hanya terdapat sampai kedalaman sekitar 200 meter saja. Adanya bahan-bahan yang melayang-layang (suspended matter) dan tingginya nilai kekeruhan di perairan dekat pantai, penetrasi cahaya akan berkurang di tempat ini. Akibtanya penyebaran tanaman hijau hanya dibatasi sampai pada kedalaman antara 15 dan 40 meter.

2.2.3 Arus
Secara umum yang dimaksud dengan arus laut adalah gerakan masa air laut ke arah horizontal dalam skala besar. Arus di laut dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya arus yakni/ tiupan angin musim. Selain itu juga faktor suhu permukaan laut yang selalu berubah-ubah (Wibisono, 2004).
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan di dunia. Arus dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas dari lapisan lautan yang mempunyai kedalaman yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul terutama disebabkan oleh salinitas dan suhu. Arus-arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal-kapal (Hutabarat & Evans, 1984).

2.2.4 Gelombang
Gelombang merupakan salah satu fenomena laut yang paling nyata bisa dilihat dan dirasakan. Gelombang adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa gerak longitudinal dan orbital secara bersamaan disebabkan oleh transmisi energy serta waktu (momentum) dalam artiam impuls vibrasi melalui berbagai ragam bentuk materi yang berbentuk partikel air laut (Wibisono, 2004).
Selanjutnya Wibisono (2004) menyebutkan, faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan energi gelombang adalah
1) Kecepatan angin.
2) Waktu selama angin bertiup pada satu arah, dan
3) Fetch (panjang rentangan), yakni jarak yang ditempuh oleh angin bersangkutan selama bertiup pada satu arah.

2.2.5 Pasang surut
Pasang surut atau disingkat pasut merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut. Pasang surut yaitu suatu gerakan vertikal dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik-menarik antara bumi dan benda-benda angkasa terutama Matahari dan Bulan (Wibisono, 2004).
Selanjut Wibisono (2004) menjelaskan, fenomena pasang surut juga dimanfaatkan oleh kegiatan perikanan tambak ikan/udang di wilayah pantai sebagai pergantian/sirkulasi air tambak. Pada saat air pasang, maka air segar dengan kadar oksigen tinggi berikut plankton yang melimpah memasuki kawasan tambak dan sebaliknya terjadi penggelontoran air lama yang kurang oksigen dan penuh zat metabolit serta gas terlarut yang bersifat toksik dibuang keluar pada saat surut. Biota perairan pantai di habitat terumbu karang, padang lamun dan kawasan hutan mangrove juga berkepentingan dengan adanya pasang surut.

2.3 Parameter Kimia Lingkungan Perikanan Tangkap
2.3.1 Salinitas
Salinitas dapat didefinisikan sebagai jumlah total (gr) dari material padat termasuk garam NaCl yang terkandung dalam air laut dalam 1 (satu) kg dimana bromin dan iodin diganti dengan klorin dan bahan organic seluruhnya telah terbakar habis (Wibisono, 2004). Menurut Mustaruddin (2010a) salinitas merupakan konsentrasi seluruh larutan garam di perairan.
Selanjutnya menurut Mustaruddin (2010a), setiap ikan yang terdapat di daerah penangkapan ikan mempunyai toleransi salinitas yang berbeda yang perubahannya dipengaruhi oleh suhu (penguapan), curah hujan, dan sirkulasi arus. Salinitas dibutuhkan oleh ikan untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh ikan dengan perairan sekitar daerah penangkapan ikan. Keseimbangan cairan, akan merangsang pertumbuhan ikan lebih cepat. Energi yang berasal dari makanan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan pertumbuhan ikan. Untuk mendukung pertumbuhan ikan, salinitas DPI hendaknya tetap pada kisaran normal (30,0 – 40,0 ppt).

2.3.2 Densitas
Penyebaran yang luas dari air laut dapat ditentukan oleh adanya perbedaan densitas dari massa air yang ada didekatnya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan suhu dan salinitas. Sebagai contoh, karena lapisan permukaan lautan di kutub utara (Artik) dan kutub selatan (Antartik) lebih dingin, maka densitas akan menjadi lebih padat daripada lapisan perairan yang ada di bawahnya. Akibatnya massa air yang lebih padat ini akan tenggelam masuk ke lapisan perairan yang lebih dalam sambil membawa massa air yang kaya gas oksigen dan juga mengakibatkan timbulnya sistem arus-arus utama lautan (Hutabarat & Evans, 1984).
Selanjutnya menurut Wibisono (2004), semakin tinggi suhu maka densitas air semakin turun dan berubah menjadi benda padat tetapi rapuh. Pada air laut laut perubahan densitas yang terjadi tidak sama dengan air tawar, karena adanya parameter salinitas yang ikut mempengaruhi.

2.3.3 Oksigen terlarut
Dilapisan permukaan laut, konsentrasi gas oksigen sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh suhu dimana semakin tinggi suhu maka semakin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Di laut, oksigen terlarut (Dissolved oxygen/D.O) berasal dari dua sumber, yakni atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplanton dan berjenis tanman laut. Keberadaan oksigen terlarut sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O (Wibisono, 2004).
Oksigen terlarut/ Dissolved oxygen (DO) di daerah penangkapan ikan merupakan jumlah konsentrasi oksigen yang larut dalam perairan sekitar daerah penangkapan ikan dan dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk pernapasannya. Oksigen terlarut juga merupakan salah satu faktor penentu adanya kehidupan ikan dan biota laut lainnya. Pertumbuhan ikan akan terganggu jika perairan kurang mengandung oksigen terlarut. Daerah penangkapan ikan idealnya merupakan lokasi perairan yang banyak oksigen terlarutnya (Mustaruddin, 2010a).

2.4 Lingkungan Biologi Laut
2.4.1 Plankton
Organisme perairan pada tingkat (trophic) pertama berfungsi sebagai produsen/penyedia energi disebut sebagi plankton. Definisi umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan/mengikuti arus. Dibedakan menjadi 2 golongan,yakni golongan tumbuh-tumbuhan/fitoplankton (plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan/zooplankton (plankton hewani) (Wibisono, 2004).

Selanjutnya Hutabarat dan Evans (1984) menjelaskan, fitoplankton adalah tumbuh-tumbuhan air yang berukuran sangat kecil yang terdiri dari sejumlah besar klas yang berbeda. Fitoplankton mempunyai peranan yang sama pentingnya baik di sistem pelagik maupun seperti yang diperankan juga oleh tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tinggi tingkatnya di ekosistem daratan. Fitoplankton adalah produsen utama zat-zat organik. Zooplankton adalah suatu grup yang terdiri dari berjenis hewan yang sangat banyak macamnya termasuk protozoa, coelenterata, moluska, annelida, crustacea.

2.4.2 Benthos
Organisme yang hidup di bagian dasar lautan dikenal sebagai benthos. Termasuk didalamnya seluruh hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup pada daerah-daerah yang masih dipengaruhi oleh air pasang (daerah littoral), daerah continental shelf (sub littoral) dan yang tinggal di laut yang sangat dalam (Hutabarat & Evans, 1984). Menurut Wibisono (2004), sebagaimana dengan halnya plankton, maka organisme benthos yang hidup di dasar perairan juga bisa dipakai untuk menentukan tingkat produktivitas perairan.
Selanjutnya menurut Hutabarat dan Evans (1984), keadaan lingkungan seperti sedimen, salinitas dan keadalaman di bawah permukaan, member variasi yang amat besar dari satu daerah dasar lautan ke daerah dasar lautan yang lain. Hal ini menyebabkan berbedanya jenis-jenis hewan pada daerah-daerah yang berbeda pula.

2.5 Ekosistem Pantai
2.5.1 Ekosistem hutan mangrove
Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan hujan tropis yang terdapat di sepanjang garis pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang sangat unik (Wibisono, 2004). Menurut Hutabarat & Evans (1984), daerah hutan mangrove umumnya didapat di estuarin di wilayah tropis atau terdapat di sepanjang pantai yang terlindung oleh terumbu karang (coral reef) atau pulau-pulau yang terletak di lepas pantai.

Menurut Wibisono (2004), hutan mangrove fungsinya adalah 1) sebagai tempat peralihan dan penghubung antara lingkungan daratan dan lingkungan marin, 2) sebagai penahan erosi pantai karena hempasan ombak dan angin serta sebagai pembentuk daratan baru, dan 3) Merupakan tempat ideal untuk berpijah dari berbagai jenis larva ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting. Mengingat pentingnya fungsi hutan mangrove diatas, maka sudah selayaknya dilindungi keberadaannya.

2.5.2 Ekosistem terumbu karang
Terumbu karang adalah suatu kumpulan hewan bersel satu yang membentuk koloni dan mempunyai rumah yang terbuat dari bahan kapur (Ca-karbonat). Mengingat dalam ekosistem terumbu karang terdapat berbagai jenis organisme, maka dapat pula dikatakan terumbu karang merupakan sebuah komunitas biologis yang berada di dasar perairan laut yang membentuk struktur padat yang kokoh dan terbuat dari bahan kapur (Wibisono, 2004).
Menurut Wibisono (2004), fungsi terumbu karang adalah 1) sebagai tempat berteduh dan tempat mencari makan bagi sebagian biota laut, 2) sebagai penahan erosi pantai karena deburan ombak, 3) sebagai cadangan sumberdaya alam untuk berbagai jenis biota yang bernilai ekonomis penting, 4) sebagai wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kegiatan wisata alam bahari yang bias menghasilkan devisa, dan 5) sebagai sarana pendidikan yang dapat menumbuh kembangakan rasa cinta laut. Mengingat hal tersebut diatas, maka jelas bahwa kawasan terumbu karang mempunyai tingkat produktivitas yang termasuk tinggi.

2.5.3 Ekosistem padang lamun
Padang lamun yang merupakan hamparan tanaman rumput laut yang selalu terendam air ini bisa ditemui baik dilingkungan sedimen estuaria yang dangkal maupun di tengah laut sekitar pulau-pulau. Berbeda dengan terumbu karang yang memerlukan substrat yang keras untuk tempat tumbuhnya, maka pada tanaman rumput laut memerlukan substrat yang bersifat agak berpasir (Wibisono, 2004).
Selanjutnya Wibisono (2004) menjelaskan, seperti halnya terumbu karang dan hutan mangrove maka padang lamun termasuk mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Padang lamun juga dimanfaatkan sebagai daerah jelajah beberapa jenis ikan dewasa untuk mencari makan dimana waktu stadium muda (juvenile) masih berada di lingkungan hutan mangrove.

2.6 Unit Penangkapan Ikan
2.6.1 Kapal perikanan
Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengankutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan (Diniah, 2008)
Berdasarkan Statistik Kelautan dan Perikanan, kapal perikanan terdiri atas kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan (http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/kapalapi_index.html). Kapal penangkap ikan dikelompokan menjadi:
1. Perahu Tanpa Motor (PTM) – Non powered motor, adalah perahu yang digerakkan menggunakan tenaga penggerak dayung atau layar.
2. Perahu Motor Tempel (PMT) – Outboard motor, adalah kapal atau perahu yang digerakkan menggunakan tenaga penggerak mesin atau motor yang di pasang di perahu pada saat akan dioperasikan dan dilepaskan kembali pada saat selesai dioperasikan.
3. Kapal Motor (KM)-Inboard motor. Kapal motor dikelompokan lagi berdasarkan bobotnya, bobot kapal dinyatakan dalam Gross Tonnage (GT). Kapal motor berdasarkan bobot dikelompokan menjadi kapal motor < 5 GT, 5-10 GT hingga >200 GT. Mesin kapal diletakkan di ruang mesin di dalam bangunan kapal.
Berdasarkan fungsinya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 34 mengelompokan kapal ikan menjadi:
1) Kapal penangkap ikan
2) Kapal pengangkut ikan
3) Kapal pengolah ikan
4) Kapal latih perikanan
5) Kapal penelitian/eksplorasi perikanan dan
6) Kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan/atau pembudidaya ikan.

2.6.2 Alat penangkapan ikan
Alat penangkap ikan adalah alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan (Diniah, 2008). Berdasarkan buku Statistik Perikanan Tangkap Indonesia diacu dalam Diniah (2008) alat penangkapan ikan dikelompokan menjadi:
1) Pukat Tarik, adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan cara menyapu kolom air dan ditarik oleh kapal.
2) Pukat Kantong - Seine net, adalah alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk berkantong dan dioperasikan dengan cara menyaring kolom air.
3) Pukat Cincin - Purse seine, merupakan alat penangkap ikan dari jaring yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan.
4) Jaring Insang - Gill net, adalah alat penangkap ikan dari jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama.
5) Jaring Angkat - Lift net, adalah alat penangkap ikan dengan bentuk konstruksi tetap yang dioperasikan dengan cara diturunkan ko kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan di atasnya.
6) Pancing - Hook and Lines, terdiri atas rawai horizontal, rawai tegak, huhate, pancing tonda, pancing ulur, pancing cumi-cumi dan pancing lainnya.
7) Perangkap dan Penghadang - Trap and barrier. Pada prinsipnya pengoperasian kelompok alat ini adalah mengusahakan sedemikian rupa agar ikan tertarik untuk masuk kedalam alat tangkap atau ke dalam areal penangkapan dengan sukarela, namun setelah berada di dalamnya ikan tidak dapat keluar lagi.
8) Alat penangkap ikan dan penggiring-Drive-in net. Prinsip pengoperasian alat penangkap ikan kelompok ini adalah menggiring ikan agar masuk ke dalam alat tangkap yang telah dipasang.

9) Alat Pengumpul - Collection Gear, lebih dikenal dengan kelompok alat pengumpul kerang dan rumput laut. Prinsip kerja kelompok alat tangkap ini adalah mengumpulkan sasaran tangkap bukan dengan menangkapnya.
10) Lain-lain. Kelompok alat tangkap lain-lain bukanlah kelompok alat penangkap ikan yang tidak produktif atau hanya sebagai pelengkap, melainkan jenis alat tangkap yang tidak bias digabungkan ke dalam Sembilan kelompok alat tangkap di atas.

2.6.3 Nelayan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 11, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Pasal 12, nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
Selanjutnya menurut Kurniawan (2010), nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan / budidaya binatang / tanaman air. Klasifikasi nelayan teridiri dari:
1) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan.
2) Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan. Disamping penangkapan sebagai pekerjaan utamanya, nelayan ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain
3) Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.

2.7 Pelabuhan Perikanan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 point 23, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Menurut Lubis (2010), manfaat pelabuhan perikanan ditinjau dari penggunanya adalah:
1) Dapat memberikan kemudahan bagi pengguna pelabuhan (nelaya, pedagang, pengolah, buruh pelabuhan untuk melakukan aktifitasnya.
a) Nelayan
Disediakannya fasilitas yang membantu pembongkaran dan penseleksian secara cepat, fasilitas untuk mempertahankan mutu, fasilitas perbaikan kapal serta fasilitas tempat nelayan melakukan kontak baik antara nelayan maupun dengan pihak pengelola atau pengguna lainnya di pelabuhan
b) Pengolah
Disediakannya fasilitas yang mempermudah aktivitas pengolahan ikan, missal gedung tempat pengolahan, bahan untuk pengolahan ikan dan air bersih.
c) Pedagang
Disediakannya tempat pelelangan ikan, kereta dorong untuk mengangkut ikan dari TPI ke pasar atau ke gudang temapat penampungan ikan, tersedianya buruh angkut.
d) Buruh pelabuhan, disediakannya sarana untuk membongkar, mengangkut dan menseleksi ikan
2) Dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna pelabuhan dalam melakukan aktivitasnya baik ketika dakan masuk lingkungan perairan maupun di daratan pelabuhan.
3) Dapat memberikan informasi pengetahuan bagi nelayan tentang fishing ground, keselamatan laut, penanganan ikan hasil tangkapan selama di kapal dan di pelabuhan.
4) Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya untuk berkreativitas di pelabuhan dan lingkungan sekitarnya.
2.8 Daerah Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan dimana alat penangkapan ikan dapat dioperasikan secara sempurna untuk mengekspoitasi sumberdaya ikan yang terdapat didalamnya. Suatu daerah penangkapan ikan harus memenuhi criteria berikut (Simbolon, 2011) :
1) Perairan sesuai dengan habitat yang disenangi ikan, dan hal ini sangat dipengaruhi parameter oseanografi fisik, biologi dan kimiawi.
2) Alat penangkapan ikan (fishing gear) mudah dioperasikan.
3) Daerah penangkapan memiliki sumberdaya ikan yang banyak dan bernilai ekonomis tinggi.
Selanjutnya Simbolon (2011) menjelaskan, penentuan daerah penangkapan yang ekonomis dan menguntungkan merupakan salah satu langkah penting dalam proses optimalisasi operasi penangkapan ikan. Dalam proses ini, terdapat tiga aspek utama yang perlu dipertimbangkan yaitu: (1) aspek sumberdaya ikan, (2) lingkungan perairan (habitat), dan teknoogi. Ketiga aspek tersebut terkait sangat erat satu sama lain. Aspek sumberdaya ikan dan lingkungan perairan mengalami dinamika yang cukup tinggi dan lebih sulit dikontrol dibandingkan dengan aspek teknologi.

2.9 Pengelolaan Perikanan Tangkap
Manajemen sumberdaya perikanan adalah suatu kesatuan ilmu manajemen yang ditujukan untuk mengelola sumberdaya ikan pada suatu kawasan, agar populasi ikan itu tidak menjadi punah dalam rangka pemanfaatan secara lestari dan kesinambungan untuk jangka panjang. Selain kita mempelajari aspek-aspek ekologi komunitas ikan, juga tidak kalah pentingnya kita harus mempelajari aspek-aspek sosial ekonomi pada daerah bersangkutan, dan teknologi yang seharri-hari digunakan nelayan dan para pengusaha (Nuitja, 2010).
Selanjutnya menurut Nuitja (2010), tujuan manajemen sumberdaya perikanan adalah:
1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya ikan secara lestari.

2) Menjaga sumberdaya perikanan tetap hidup dan berke,bang serta dapat dimanfaatkan secara lestari.
3) Memelihara dan dapat memperbaiki ekosistem yang sesuai dengan kondisi awal habitat.
Pengelolaan yang berkaitan dengan fungsi konservasi yang melekat pada perairan, analisis yang dilakukan mencakup kesesuaian dengan aspek/sifat sarana ramah lingkungan, potensi sumberdaya ikan kawasan, kebutuhan masyarakat, dan perangkat hukum terkait. Kriteria penilaiannya adalah : (a) Kesesuaian dengan aspek/sifat alat tangkap ramah lingkungan dapat dilihat dari sifat selektif yang melanggar fungsi kawasan, jaminan terhadap ekosistem, dampak terhadap biodiversity, perlindungan terhadap biota dasar, dan daya cemar terhdap kawasan, (b) Kesesuaian dengan aspek potensi sumberdaya ikan kawasan dapat dilihat dari jenis ikan yang ditangkap menggunakan unit penangkapan, daya dukung di lokasi, dan nilai ekonomisnya, (c) Kesesuaian dengan aspek kebutuhan masyarakat dapat dilihat dari kepraktisannya, biaya operasi, keefektifan, kekuatan, kemudahan transfer knowlegde, dan tingkat keuntungan dari operasi unit penangkapan tersebut, dan (d) Kesesuaian dengan aspek perangkat hukum terkait dapat dilihat dari kesesuaianya dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan Kepala Daerah, dan peraturan lainnya yang berlaku di lokasi (Mustaruddin, 2010b).
Menurut Satria et al. (2009), globalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia di laut lepas diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yaitu:
1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif
2) Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1984 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif.
3) Undang-Undang No. 17 tahun 1985 Tentang Pengesahan UNCOS 1982
4) Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2002 Tentang Usaha Penangkapan Ikan
5) Undang-Undang No. 31 tahun 2004 Tentang Perikanan
6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 5 tahun 2008 Tentang Perikanan Tangkap.
Perkembangan terbaru undang-undang tentang perikanan adalah adanya perubahan dari Undang-Undang No. 31 Tahun 2004. Undang-Undang tersebut berubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

2.10 Sistem Informasi
2.10.1 Konsep dasar sistem informasi
Menurut Sutabri (2004), sistem adalah sekelompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Suyatno (2004) menjelaskan informasi adalah data yang sudah di olah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi manusia. Selanjutnya menurut Sutabri (2004) informasi adalah data yang telah diklarifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
Sistem informasi merupakan penerapan di dalam organisasi untuk mendukung informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkat manajemen. Telah diketahui bahwa informasi merupakan hal yang sangat penting bagi manjemen di dalam pengambilan keputusan. Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2004).

2.10.2 Komponen sistem informasi
Menurut Burch Grudniski (1986) diacu dalam Rachmat (2010) mengatakan bahwa sistem informasi disebut sebagai istilah blok bangunan (building block), antara lain blok masukan (input block), blok model (model block), blok basis data (database block), blok teknologi (technology block) dan blok kendali (control blok). Keenam blok tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lainnya membentuk satu kesatuan untuk mencapai sasarannya (Gambar 2).

Gambar 2 Blok sistem informasi yang berinteraksi (Jogiyanto, 1999)

Menurut Abdul Kadir (2003) diacu dalam Rachmat (2010) terdapat beberapa komponen dalam sistem informasi yaitu:
1) Perangkat keras (hardware) yaitu mencakup piranti-piranti fisik seperti computer dan printer
2) Perangkat lunak (software) atau program yaitu sekumpulan instruksi yang memungkinkan perangkat keras untuk dapat memproses data.
3) Prosedur yaitu sekumpulan aturan yang dipakai untuk mewujudkan pemrosesan data dan pembangkitan keluaran yang dikehendaki
4) Orang yaitu semua pihak yang bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi, pemrosesan dan penggunaan keluaran sistem informasi.
5) Basis data (database) yaitu sekumpulan table, hubungan dan lain-lain yang berkaitan dengan penyimpanan data.
6) Jaringan komputer dan komunikasi data : sistem penghubung yang memungkinkan sumber (resources) dipakai secara bersama atau diakses oleh sejumlah pemakai.

2.11 Konsep Dasar Database
Database adalah sebuah koleksi informasi yang terkomputerisasi sehubungan dengan topik tertentu (Suyatno, 2003). Menurut Kadir (2003) diacu dalam Ariansyah (2004), basisdata merupakan suatu sistem pengorganisasian data dengan bantuan computer yang memungkinkan data dapat di akses dengan mudah dan cepat.

Database membantu manusia mengorganisasikan informasi yang mana informasi tersebut saling terkait dan menjadikannya sebuah bentuk yang logis untuk akses dengan mudah (Suyatno, 2003).

2.12 Microsoft Visual Basic 6.0
Microsoft visual Basic 6.0 merupakan suatu perangkat lunak yang dikeluarkan oleh Microsoft yang berbasis GUI (grafhic User Interface) dengan alas an untuk membuat pengguna menjadi lebih nyaman dan lebih mudah dalam membuat program. Visual Basic 6.0 merupakan bahasa pemograman yang bekerja di dalam ruang lingkup MS Window yang dapat memanfaatkan seluruh kemudahan dan kecanggihan yang dimiliki oleh sistem operasi Windows. Dalam hal ini Visual Basic 6.0 menyediakn perangkat yang dapat memungkinkan membuat program aplikasi yang sesuai dengan tampilan dan cara kerja Windows (Herdiyeni, 2001 diacu dalam Ariansyah, 2004).
Program MS-Visual Basic 6.0 adalah bahasa pemograman berbasis MS-Windows. Sebagai bahasa pemograman yang muthakir. MS-Visual Basic 6.0 didesain untuk dapat memanfaatkan fasilitas yang tersedia dalam MS-Windows. MS-Visual Basic 6.0 juga merupakan bahasa pemograman Object Oriented Programming (OPP), yaitu pemrograman yang berorientasi objek. MS-Visual Basic 6.0 menyediakan objek-objek yang sangat kuat, berguna dan mudah dipakai. Dengan fasilitas tersebut membuat MS-Visual Basic 6.0 menjadi diidamkan oleh programer (Agus & Alam, 2000).

3. METODOLOGI


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Waktu pelaksanaannya mulai 27 Maret sampai dengan 27 Mei 2011. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2 Bahan dan Alat
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah data-data sumberdaya dan lingkungan perikanan tangkap yang ada di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman dan instansi lain yang terkait, sedangkan alat yang yang digunakan adalah:
1) Seperangkat komputer
2) Software Microsoft Access dan Microsoft Visual Basic 6.0, sebagai alat utama dalam pembuatan database dan disain sistem informasi.
3) Adobe Photoshop CS, CorelDRAW X4, dan ArcView 3.3, sebagai alat tambahan dalam disain sistem informasi
4) Harddisk, flashdisk, sebagai media penyimpanan data

3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengumpulan data
Data yang digunakan sebagai pendukung sistem informasi ini adalah data yang sudah diambil baik oleh peneliti perikanan dan data-data statistik perikanan tangkap yang sudah ada di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman dan instansi lain yang terkait. Data tersebut berupa data sumberdaya ikan (ikan pelagis, ikan demersal, ikang karang, udang dan biota lainnya), parameter kimia (salinitas, densitas, dan oksigen terlarut), parameter fisik (suhu, cahaya, arus, gelombang, dan pasang surut), lingkungan bilologi laut (plankton, benthos), ekosistem pantai (ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang, dan ekosistem padang lamun). Selain itu juga dikumpulkan data kapal perikanan, alat penangkapan ikan, nelayan, kelembagaan nelayan, pelabuhan perikanan dan daerah penangkapan ikan.
Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan aparat dinas dan mengumpulkan data-data yang sudah diterbitkan sebelumnya oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat dan instansi terkait lainnya.

3.3.2 Analisis sistem
Hal yang dilakukan dalam analisis sistem informasi ini adalah menganalisis kebutuhan dari sistem yang akan dibuat dan mendefinisikan masalah yang dihadapi dan untuk selanjutnya menemukan kemungkinan solusinya. Batasan dalam analisis sistem yang diperhatikan adalah menentukan sistem baru yang akan dibangun dan sistem yang akan ditambahkan atau dimodifikasi pada sistem lama yang sudah ada.
Tahapan ini juga dilakukan identifikasi sistem yaitu menentukan informasi apa yang dibutuhkan, informasi yang akan dihasilkan, dan menentukan tujuan sistem agar pengguna (user) dapat menggunakan sistem informasi berdasarkan kebutuhan dan keinginan pengguna.

3.3.3 Perancangan sistem
Setelah tahap analisis sistem selesai dilakukan, maka sudah didapatkan gambaran dengan jelas apa yang harus dikerjakan. Untuk mencapai keinginan yang dimaksud maka perlu dilakukan suatu rancangan sistem. Tahap rancangan sistem ini merupakan prosedur untuk menkonversi spesifikasi logis ke dalam sebuah disain yang dapat diimplemetasikan pada sistem komputer. Tujuan utama dalam rancangan sistem yang dilakukan adalah:
1) Melakukan evaluasi serta merumuskan pelayanan sistem yang baru secara rinci dan menyeluruh dari masing-masing bentuk informasi yang dihasilkan
2) Mempelajari dan mengumpulkan data untuk disusun menjadi sebuah struktur data yang teratur sesuai dengan sistem yang akan dibuat yang dapat memberikan kemudahan dalam pemrograman sistem serta keluwesan/fleksibelitas keluaran informasi yang dihasilkan.
3) Menyusun kriteria tampilan informasi yang akan dihasilkan secara keseluruhan sehingga dapat memudahkan dalam pengidentifikasian, analisis dan evaluasi terhadap aspek-aspek yang ada dalam permasalahan sistem.
4) Penyusunan pedoman tentang pengoperasian perangkat lunak sistem yang akan dilanjutkan dengan penerapan sistem sehingga sistem dapat dioperasikan.
Sebelum membangun sistem informasi maka sangat perlu dilakukan perancangan sistem yakni merancang output, input, struktur data, program, prosedur, perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk sistem informasi ini. Output yang dihasilkan harus sesuai dengan input, yakni jika yang dimasukan salah maka yang akan dikeluarkan juga salah. Secara umum struktur tampilan menu dari sistem informasi yang akan dibuat disajikan dalam bentuk bagan (Gambar 3, 4, 5, 6, 7, dan 8).


Gambar 3 Struktur Menu Utama Sistem Informasi.


Gambar 4 Struktur Menu Sumberdaya Ikan.


Gambar 5 Struktur Menu Lingkungan.


Gambar 6 Struktur Menu Sarana dan Prasarana.

Gambar 7 Struktur Menu Sosial Ekonomi Perikanan Tangkap.

Gambar 8 Struktur Menu Manajemen Data.

3.3.4 Pembangunan dan testing sistem
Setelah kegiatan perancangan sistem dilaksanakan maka untuk selanjutnya melakukan pembangunan perangkat lunak yang diperlukan untuk membuat sistem, melakukan testing secara akurat, instalasi perangkat lunak dan keras dan testing terhadap perangkat keras dan mengoperasikan perangkat lunak. Secara umum tujuan dari tahapan ini adalah untuk melaksanakan uji coba atas konsep sistem yang telah disusun. Bila ternyata dalam uji coba sistem ditemukan kesalahan-kesalahan yang besar, maka dapat saja tahap ini dikembalikan ke tahapan sebelumnya. Adapun tujuan utama dari tahapan ini adalah:
1) Pengkajian mengenai rangkaian sistem, perangkat lunak, dan perangkat keras dalam bentuk sistem jaringan informasi terpusat agar dapat diperoleh sebuah bangun atau arsitektur sistem informasi.
2) Melakukan uji coba perangkat lunak sistem sebagai pengolah data sekaligus penyaji informasi yang dibutuhkan.
3) Melakukan penerapan serta peralihan sistem lama ke sistem yang baru sebagai keputusan terakhir dalam tahapan pembangunan sistem informasi yang diikuti dengan pembuatan laporan pengembangan sistem untuk keperluan pemakai.

3.3.5 Operasi dan perawatan sistem
Melakukan pengoperasian dari sistem informasi yang telah dibuat dan melakukan perubahan-perubahan terhadap kesalahan-kesalahan yang ada atau melakukan penambahan fasilitas-fasilitas lain yang dibutuhkan. Aplikasi yang dibangun diupayakan memenuhi kebutuhan pengguna secara maksimal.
Hasil akhir yang diharapkan merupakan suatu laporan hasil pembangunan/pengembangan sistem informasi yang dapat diterapkan di dalam organisasi/instansi yang bersangkutan, sebagai produk akhir. Proses pengembangan sistemnya berisi pedoman mengenai petunjuk pengoperasian sistem serta jangka waktu pengoperasian dari sistem yang sudah dibangun.

3.3.6 Evaluasi sistem
Dalam hal ini dilakukan pengevaluasian terhadap sistem informasi yang telah ada dibuat yaitu sejauh mana sistem yang telah dibangun dan seberapa bagus sistem ini dioperasikan. Jika sistem informasi tidak berjalan maka dilakukanlah pembangunan sistem kembali.
Sistem informasi sudah bisa digunakan, namun evaluasi sistem masih perlu dilakukan serta melakukan pengetesan penerimaan sistem. Pengetesan penerimaan sistem ini dilakukan dengan menggunakan data sesungguhnya dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh pembuat sistem informasi bersama-sama dengan pemakai. Setelah pengetesan penerimaan ini dilakukan, maka dilaksanakan serah terima dengan pihak terkait.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Pembangunan database
Database dibangun dengan menggunakan sofware Microsoft access dan file database yang dibangun dengan format .mdb. Database yang dibangun menggunakan relasional yakni relasional one to one ( satu ke satu) yang berarti setiap entity pada suatu himpunan dengan entity pada himpunan entity yang lainnya. One to many (satu ke banyak) yang berarti setiap entity pada suatu himpunan entity dapat berhubungan dengan banyak entity pada hubungan entity yang lainnya.
Pembangunan database dengan Microsoft access yaitu dimulai dengan sebuah Design View (Gambar 9) adalah sebuah jendela yang membantu dalam mengkonfigurasikan table columns (disebut juga dengan field). Disign View tidak menunjukan data aktual pada masing-masing row, tetapi menegaskan bagaimana row dapat dilihat.
Database sebagai kumpulan menjadi informasi disimpan dalam satu atau lebih tabel. Baris dalam tabel berisi satu unit data dan disebut record. Sedangkan kolom berisi atribut dari record dan disebut field.

Gambar 9 Tampilan Database Window.
Proses pembuatan tabel dengan disign view dalam access 2003 dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Pada pane kanan, klik dua kali Create table in Disign View, maka sebuah disign view kosong akan muncul (Gambar 10)
2) Memasukan nama-nama field yang diinginkan dengan mengetik masing-masingnya. Ketika kursor diletakkan dalam Data Type field, sebuah kotak pilihan akan muncul dan memberikan pilihan untuk memilih tipe dari field yang akan dibuat.

Gambar 10 Tampilan Disign View Window.
3) Bagi masing-masing field, gunakan tabs pada bagian bawah window untuk menentukan lebih lanjut field properties. Untuk informasi lebih lanjut letakan kursor masing-masing : disudut kanan bawah window akan meberi tahu bagaimana properti tersebut bekerja.
4) Dalam menentukan Primary Key dari tabel yang dibuat gunakan primary key pada toolbar di sebelah atas Access Window. Memilih primary key juga dapat dilakukan dengan mengklik kanan sebuah row.
Setelah proses tersebut maka pengisian data sudah dapat dilakukan dan untuk selanjutnya membuat relasional antar tabel agar tabel yang satu bisa dihubungkan dengan tabel yang lain dengan catatan diantara kedua tabel memilki sebuah field yang sama dan nilainya bersifat uniq (tidak ada duanya).
3.4.2 Pengolahan sistem informasi
Pengolahan sistem informasi dilakukan dengan menghubungkan Microsoft Visual Basic 6.0 dengan database yang telah dibuat pada Microsoft Access 2003. Untuk menghubungkannya digunakan kontrol koneksi data dan menggunakan enggine database yakni Jet 4. Kontrol koneksi data tersebut akan menghubungkan aplikasi dengan database enggine yang merupakan “jantung” dari sistem manajemen database. Kontrol data didalam Microsoft Visual Basic 6.0 yang digunakan adalah ADO (activeX data object) karena lebih mudah digunakan dan dapat mengakses sumber data lain misalnya SQL Server dan ADO merupakan satu-satunya yang menjadi kontrol data. Skema hubungan database dan visual basic dapat dilihat pada Gambar 11, sedangkan skema rancang bangun pembuatan sistem informasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 11 Skema Hubungan Database dengan Visual Basic.

Untuk mengaktifkan kontrol data ADO maka pada visual basic ditambahkan kontrol microsoft ADO Data Control 6.0 (OLEDB) dan kemudian kontrol data ADO ditambahkan ke form (sebuah jendel kerja dalam visal basic). Pemilihan field dan record dari database dan menampilkannya dilakukan pada halaman pengkodean dengan menggunakan bahasa pemograman visual basic. Field dan record yang dipih dan ditampilkan dengan cara yang mudah dimengerti oleh pemakai dan selanjutnya membuat form lainnya berdasarkan kebutuhan.



Gambar 12 Skema Rancang Bangun Pembuatan Sistem Informasi.

4. RENCANA KEGIATAN PENELITIAN


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga bulan) yang dimulai dari 27 Maret sampai dengan 27 Mei 2011. Rencana kegiatan penelitian ini terbagi atas tiga tahap kegiatan yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penyelesaian penelitian (Tabel 1).

Tabel 1 Rencana Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan Penelitian
1.1. Penyusuna proposal
1.2. Administrasi Penelitian
2 Pelaksanaan Penelitian
2.1. Pengumpulan data
2.2. Analisis Sistem
2.3. Perancangan Sistem
2.4. Pembangunan dan Testing
sistem
2.5. Operasi dan Perawatan
Sistem
2.6. Evaluasi Sistem
3 Penyelesaian Penelitian
3.1. Penyusunan draf skripsi
3.2. Penyusunan skripsi









5. RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian ilmiah untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian, maka semua biaya penelitian ditanggung oleh penulis. Rencana anggaran penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rencana Anggaran Biaya Penelitian
No Uraian Satuan Volume Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1 Biaya Alat Tulis Kantor 550.000
- Kertas HVS A4 rim 5 30.000 150.000
- Tinta printer kotak 5 30.000 150.000
- Flash disk unit 1 200.000 200.000
- CD RW buah 10 5.000 50.000

2 Biaya Perjalanan 600.000
- Transportasi survey lapangan disediakan 300.000
- Transportasi pengumpulan data disediakan 300.000

3 Biaya Bahan dan Material 2.000.000
- Pembuatan sistem informasi unit 1 2.000.000 2.000.000

4 Biaya cetak dan penggandaan 560.000
- Biaya cetak proposal eksamplar 8 20.000 160.000
- Biaya cetak draft skripsi eksamplar 10 20.000 200.000
- Biaya cetak skripsi jadi eksamplar 10 20.000 200.000

5 Biaya makanan dan minuman 1.200.000
- Makanan dan minuman seminar orang 50 20.000 1.000.000
- Makanan dan minuman sidang orang 10 20.000 200.000

6 Biaya dokumentasi 180.000
- Biaya dokumentasi penelitian roll 2 90.000 180.000

Jumlah 5.090.000

DAFTAR PUSTAKA


Agus, M dan J. Alam. 2000. Manajemen Database Dengan Microsoft Visual Basic Versi 6.0. Jakarta: Elex Media Komputindo. 202 halaman.

Ariansyah, I. 2004. Perancangan Proses dan Aplikasi Sistem Manajemen Database Terumbu Karang Indonesia. Laporan Praktek Lapang (tidak dipublikasikan). Bogor : Program Studi Teknologi Informasi Kelutan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor: Departemen Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 62 halaman.

Hutabarat, S dan Stewart M. E. 1984. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 159 halaman.

Jogiyanto, H.M. 1999. Pengenalan Komputer. Dasar Ilmu Komputer, Pemrograman. Sistem Informasi dan Intelegenti Buatan. Yogyakarta: Penerbit Andi. 888 halaman.

Kadir, IA. 2011. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Tingkah Laku Ikan. http://farraqafay.blogspot.com/2010/03/pengaruh-faktor-lingkungan-terhadap.html#comment-form. 20 Maret 2011

Kurniawan, A. 2010. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan. Bangka Belitung: Program Studi D3 Perikanan Fakultas Pertanian, Perikanan Dan Biologi Universitas Bangka Belitung. 30 halaman.

Lubis, E. 2010. Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan Ditinjau Dari Aspek Pengguna dan Produksi Hasil Tangkapan [Materi Kuliah]. Mayor Teknologi dan manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 5 halaman.

Mustaruddin. 2010a. Parameter Kimia Untuk Daerah Penangkapan Ikan [Materi Kuliah]. Bogor: Mayor Teknologi dan manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 26 halaman.

Mustaruddin. 2010b. Model Pengembangan Usaha Perikanan Yang Bersinergi Dengan Fungsi Konservasi Kawasan (Studi Kasus Pengelolaan Sero Berkantong Di Perairan Teluk Tiworo, Provinsi Sulawesi Tenggara). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 15 halaman.
Nuitja, INS. 2010. Manajemen Sumber Daya Perikanan. Bogor: IPB Press. 168 halaman.

Rachmat, I.F. M. 2010. Sistem Informasi Agribisnis Perikanan Tangkap Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan [Skripsi]. Bogor: Mayor Teknologi dan manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 185 halaman.

Randika, Z. A. 2008. Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal Di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Satria, A et al. 2009. Globalisasi Perikanan : Reposisi Indonesia?. Bogor: IPB Press. 123 halaman

Simbolon, D. 2011. Bioekologi Dinamika Daerah Penangkapan Ikan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 221 halaman.

Sutabri, T. 2004. Analisa Sistem Informasi. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta. 211 halaman.

Suyatno. 2003. Microsoft Access 2000 Fundamental. Bogor : Training Database and Networking Biodiversity. National Biodiversity Information Network-LIPI. 76 halaman

Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT. Grasindo. 226 halaman

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 2010. Kapal Penangkap Ikan dan Alat Penangkap Ikan. http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/kapalapi_index.html. 17 Januari 2010.
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian









KRESNA HANDOYO


Usulan Penelitian
sebagai syarat untuk melaksanakan penelitian


MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

USULAN PENELITIAN



Judul Penelitian
: Sistem Informasi Pengelolaan Sumberdaya Dan
Lingkungan Perikanan Tangkap Di
Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat
Nama Mahasiswa : Kresna Handoyo
NRP : C44084001
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap



Disetujui:
Pembimbing I,




Dr. Mustaruddin, S. TP
NIP. 197502052007011002
Pembimbing II,




Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si
NIP. 196507041990021001






Diketahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan



Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
NIP.196212231987031001














© Hak cipta IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizing IPB

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010-2011 KRESNA HANDOYO All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.